Sejak saat itu, program nuklir Iran mulai dituding kurang transparan. Meskipun negara ini menyatakan bahwa tujuan dari program nuklirnya adalah untuk memenuhi kebutuhan energi dan penelitian ilmiah, banyak negara dan organisasi internasional merasa skeptis. Mereka khawatir bahwa Iran sedang mengejar kemampuan untuk mengembangkan senjata nuklir di balik kedok program damai. Tuduhan ini diwarnai oleh serangkaian peristiwa yang mencuatkan ketidakpercayaan, antara lain kegiatan pengayaan uranium yang dianggap melanggar perjanjian internasional.
Pada tahun 2002, sebagian dari program nuklir Iran terungkap melalui laporan yang diterbitkan oleh kelompok oposisi. Informasi tersebut memicu kontroversi global dan meningkatkan kekhawatiran mengenai tujuan rahasia Iran. Sejak saat itu, berbagai sanksi internasional dijatuhkan terhadap Iran, terutama oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) serta oleh negara-negara Barat, yang semakin memperburuk hubungan antara Iran dan komunitas internasional.
Meski Iran menegaskan tujuannya damai, kekhawatiran global terus berlanjut hingga hari ini. Selama bertahun-tahun, negosiasi diplomatik dilakukan untuk mencapai kesepakatan tentang program nuklir Iran. Salah satu pencapaian penting dalam hal ini adalah penandatanganan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada tahun 2015, di mana Iran setuju untuk membatasi program nuklirnya sebagai imbalan atas pengurangan sanksi internasional. Namun, kesepakatan ini mengalami kebuntuan setelah Amerika Serikat menarik diri dari JCPOA pada tahun 2018 di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.