Money politics, cow politics dan kecurangan. Praktik ini juga memberi dampak kekalahan Ahok-Djarot yang sangat besar. Pemberitaan maupun penyebaran informasi yang massif melalui media sosial tentang kecurangan yang ugal-ugalan membuat kelas menengah, atau mereka yang melek informasi dan medsos di Jakarta menjadi muak. Mereka yang masih ragu menentukan pilihan dengan segera meninggalkan Ahok-Djarot.
Mengapa tim pendukung Ahok-Djarot bisa melakukan langkah konyol seperti itu. Setidaknya ada dua penjelasan.
Pertama, mereka sangat tertekan, gugup membaca hasil survei dari berbagai lembaga yang menyatakan Ahok-Djarot akan kalah, sehingga bertindak kalap dan tanpa perhitungan.
Kedua, pelaku money politics banyak diantaranya bukan warga Jakarta. Mereka tidak paham medan dan karakteristik warga Jakarta. Kasus seorang anggota DPRD Sukoharjo, Jawa Tengah dari PDIP yang tertangkap di Palmerah, Jakarta Barat karena menimbun sembako tiga truk di sebuah rumah kontrakan, adalah salahsatu contoh.
Selama putaran kedua ini banyak bupati, walikota dan anggota DPRD di daerah yang berada di Jakarta dan terjun langsung dalam palagan pilkada DKI. Para anggota DPRD ini menggunakan berbagai modus untuk datang ke Jakarta. Pada tanggal 12-14 April ada serombongan anggota DPRD yang berangkat ke Jakarta dengan dalih ada kegiatan bintek alias bimbingan teknis di DPP PDIP. Pada tanggal 16-19 April mereka membuat kegiatan lagi berupa konsultasi ke Depdagri.
Para anggota DPRD ini tidak hanya berasal dari Jawa, tapi ada yang dari Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Dana perjalanan dinas (SPD) ditambah uang pribadi inilah yang ditengarai digunakan membeli sembako untuk praktik money politics. Mereka tidak ada pilihan lain harus berangkat ke Jakarta, sebab ancamannya bila menolak akan di PAW alias diganti.
Karena tidak paham dengan kondisi Jakarta, mereka main hajar. Seperti tokoh Mick dalam Film Crocodile Dundee (1986) orang pedalaman Australia yang diajak main ke kota New York, AS. Di daerah asal mereka, terutama di kampung-kampung, banyak warga yang tidak berani melaporkan atau malah dengan senang hati menerima praktik kecurangan.
Di Jakarta warganya sangat kritis dan melek media sosial. Banyak warga DKI yang menolak pembagian sembako atau kalau menerima pun lalu sembako ini digunakan sebagai serangan balik menelanjangi kubu Ahok dengan mempostingnya di medsos. Akibatnya kecurangan mereka tersebar dengan massif dan berbalik menjadi malapetaka.
Jadilah seperti yang kita saksikan bersama ini: Ahok-Djarot kalah telak. Kendati begitu sikap Ahok patut dipuji. Secara gentle, santai, rileks dan penuh senyum Ahok mengakui kekalahan dan mengucapkan selamat kepada Anies-Sandi.