Tidak diterapkannya Status Siaga 1 pada saat Aksi 212 pastinya juga berdasarkan informasi intelijen. Dan, faktanya, saat Aksi 212 tidak terjadi keributan. Padahal, sebelum aksi yang diikuti jutaan pengunjuk rasa tersebut situasi sempat genting dengan ditangkapnya sejumlah tersangka pelaku makar.
Penerapan Status Siaga 1 pada saat Aksi 411 dan tidak diterapkannya Status Siaga 1 pada Aksi 212 membuktikan keakuratan analisa intelijen Polri. Dengan mengacu pada dua peristiwa tersebut, maka tidak diterapkannya Status Siaga 1 jelang hari pencoblosan Pilkada DKI 2017 dan sidang lanjutan Ahok dapat disimpulkan kalau intelijen tidak mencium adanya bahaya yang mengancam Jakarta.
Meski Status Siaga 1 tidak diberlakukan, bukan berarti Polri tidak meningkatkan kewaspadaannya. Sebagaimana yan dibertakan Polri telah menggerakkan anggotanya dari sejumlah Polda untuk turut mengamankan ibu kota. Tidak diberlakukannya Status Siaga 1 oleh Polri jelang hari pencoblosan Pilgub DKI 2017 ini sekaligus menguji ketajaman penciuman intelijen Polri.
Namun demikian, tidak diberlakukannya Status Siaga 1 dapat juga dianggap sebagai sebuah pembiaran. Kecurigaan adanya pembiaran ini timbul jika mengacu pada sejumlah respon Polri dalam menyikapi situasi yang saat ini tengah berkembang. Misalnya, dibiarkannya massa GMBI mendatangi Mapolda Jabar dan berhadapan langsung dengan massa FPI pada Januari 2017 lalu. Kedua, sikap Polri yang dinilai memihak salah satu paslon Gubernur DKI. Sikap Polri yang dinilai memihak salah satu paslon ini pun sebenarnya bisa disebut sebagai bentuk provokasi.
Jika memang terjadi pembiaran, maka potensi rusuh di jakarta dalam dua hari kedepan sangat besar. Rakyat Indonesia pastinya tidak menginginkan terjadinya konflik horisontal, apalagi jika konflik itu menyeret unsur SARA. Sebab, sebagaimana pengalaman yang terjadi sebelumnya, konflik berbuatan SARA dapat diredam setelah hitungan bulan, bahkan tahun.
Tetapi, keinginan rakyat Indonesia berbeda dengan nalar politik. Apalagi jika potensi konflik di Jakarta tersebut diperlebar menjadi konflik global yang tengah terjadi, khususnya di Laut Tiongkok Selatan. Di laut dengan multi konflik yang menyeret sejumlah negara tersebut, militer Amerika kerap kali melancarkan aksi provokasinya terhadap China. Tercatat beberapa kali pesawat militer Amerika memasuki wilayah laut yang oleh China diklaim menjadi miliknya.