Namun, di sisi lain, terdapat pula beragam tanggapan negatif terkait dengan keputusan MK tersebut. Beberapa pihak menilai bahwa penambahan opsi 'tidak setuju' dalam surat suara calon tunggal dapat membingungkan masyarakat, terutama mereka yang kurang memiliki pemahaman yang cukup tentang politik.
Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa model plebisit dengan dua pilihan yang ditawarkan dapat memicu polarisasi di tengah masyarakat. Dikhawatirkan bahwa perbedaan pandangan terkait dengan calon tunggal dapat memicu konflik dan ketegangan antarpendukung, yang pada akhirnya dapat memengaruhi stabilitas jalannya proses pemilihan.
Namun demikian, MK telah menegaskan bahwa keputusan perubahan desain surat suara ini telah melalui proses pertimbangan yang matang, termasuk melalui sidang-sidang yang melibatkan para ahli dan pihak terkait lainnya. MK juga menekankan bahwa perubahan tersebut merupakan bagian dari upaya untuk terus meningkatkan kedewasaan demokrasi di Indonesia.
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam menegakkan konstitusi, MK memiliki kewenangan untuk mengeluarkan putusan terkait dengan berbagai perkara yang berkaitan dengan hukum dan konstitusi. Oleh karena itu, keputusan MK terkait dengan perubahan desain surat suara dalam pilkada dengan calon tunggal menjadi model plebisit ini perlu dipatuhi dan diimplementasikan oleh seluruh pihak terkait.