Tidak hanya itu, munculnya nama Kaesang, Sri Mulyani bahkan Ahok adalah hal lumrah dalam sebuah pemilihan. Tapi, jika ada turut andil, ikut campur bahkan penjegalan salah satu calon maka akan menajdi noda hitam dalam proses demokrasi. Belum lagi ketika partai pengusung juga diperlakukan yang sama.
Ketika melihat data-data diatas, masyarakat seperti diarahkan untuk memilih salah satu kandidat yang didukung oleh pemangku jabatan. Langkah Anies sepertinya bakal terjegal lagi dan masyarakat tidak diberikan kebebasan untuk memilih, melihat dan mendukung calonnya sendiri berdasarkan penilaiannya melainkan harus mengikuti arahan dari pusat.
Kenapa pilkada DKI Jakarta begitu menarik dan menjadi ajang rebutan? Karena Jakarta tidak sekedar sebuah kota melainkan juga pusat pemerintahan dan bisnis. Dan siapa yang memegang Jakarta maka akan memegang Indonesia dimasa depan. Memang ibukota Negara akan dipindahkan ke IKN, tapi jangan lupa pergerakan ekonomi masih terpusat di DKI Jakarta. Semua kantor baik pemerintahan dan swasta ada dikota ini. Bahkan berita tentang Jakarta terkadang lebih menarik dibandingkan tentang kota-kota lainnya.
Menjadi pemimpin di Jakarta, maka akan membuka peluang lebih besar untuk pemilihan di 2029 mendatang. Partai pengusung seperti PKB, PKS dan Nasdem seperti dipaksa untuk menarik dukungan dan memilih kubu lain. Wacana untuk mengusung kadernya sendiri adalah sebuah solusi sederhaan untuk meredam kemarahan masyarakat yang ingin melihat Anies berkarya lagi untuk Jakarta. Belum lagi, penggembosan dari dalam yang sengaja “memecah konsentrasi” agar buyar untuk mendukung Anies seperti yang terjadi pada PKB dimana Cak Imin tidak lagi menjabat sebagai ketua umum PKB.