Sementara itu, Uni Soviet dipimpin oleh Nikita Khrushchev, menganggap langkah-langkah yang diambil oleh AS sebagai provokasi dan bersikeras bahwa mereka tidak akan mundur. Hal ini menyebabkan ketegangan yang semakin meningkat, dengan kedua belah pihak bersiap untuk potensi konfrontasi militer. Dalam beberapa hari, situasi menjadi semakin tidak terkendali, dengan pesawat-pesawat pengintai U-2 AS terbang tinggi di atas Kuba dan mengambil foto-foto yang menunjukkan adanya aktiviti militer yang mencurigakan.
Di puncak krisis, pada tanggal 27 Oktober 1962, sebuah insiden hampir membuat situasi semakin buruk ketika seorang pilot U-2 secara tidak sengaja terbang ke atas ruang udara Kuba dan ditembak jatuh oleh pertahanan udara. Ini adalah momen sangat kritis, di mana komunikasi antara kedua pemimpin menjadi kunci untuk menghindari perang. Ketika berbagai opsi disusun, termasuk rencana untuk menyerang Kuba secara militer, keberanian dan kebijaksanaan diperlukan untuk mencegah bencana yang lebih luas.
Krisis akhirnya mereda setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan. Uni Soviet setuju untuk menarik rudal dari Kuba jika pemerintah AS berjanji untuk tidak menyerang Kuba dan secara rahasia menyepakati untuk menarik rudal mereka dari Turki. Pada saat itu, dunia menghela napas lega, tetapi dampak dari Krisis Kuba tetap terasa dalam hubungan internasional dan merupakan penanda penting pada era Perang Dingin.