Fahira mengungkapkan, walau sesuai Keputusan MK, saat ini DPD diberi kewenangan mengajukan dan membahas RUU, tetapi belum mencerminkan DPD mempunyai fungsi legislasi yang utuh. Karena selain terbatas kepada RUU yang hanya terkait daerah saja, DPD tidak punya hak menolak atau menyetujui sebuah RUU menjadi UU. Padahal, lanjutnya, saat ini masyarakat terutama di daerah membutuhkan banyak saluran alternatif untuk menyampaikan aspirasinya yang sering mandek jika disampaikan ke pemerintah dan legislatif baik di Pusat maupun Daerah, dan peran ini sebenarnya ada di DPD. Oleh kerena itu sudah saatnya DPD dikuatkan dan amanah ini sekarang berada di pundak Pimpinan DPD yang baru.
“Anggota DPD tidak akan mungkin terpilih jika mereka tidak punya basis massa yang kuat dan mengakar di daerah yang mereka wakili. Kami tidak akan jadi calon senator jika kami tidak dapat restu langsung dari rakyat yang rela memberikan dukungannya lewat KTP. Kami punya ikatan emosional langsung dengan konstituen. Saya bisa katakan menjadi anggota DPD jauh lebih sulit dari anggota DPR. Makanya, tidak adil kalau konstitusi menepikan DPD. Kami punya tanggungjawab merealisasikan harapan konstituen kami,” tegas Fahira yang juga Senator Jakarta ini.
Menurut Fahira, Pimpinan DPD yang baru sudah bisa menangkap keresahan semua Aggota DPD yang selama ini tidak melihat ada upaya yang optimal untuk memperkuat kelembagaan DPD. Sementara, harapan amandemen konstitusi sebagai satu-satunya jalan memperkuat wewenang DPD juga semakin tidak jelas realisasinya.