Kerisauan terhadap kondisi DPD yang menjadi latar belakang munculnya wacana ini juga dianggap Fahira mengada-ngada dan tidak beralasan. Karena isu utama soal DPD saat ini bukan proses pemilihannya yang harus mengumpulkan KTP dukungan warga, tetapi bagaimana memantapkan penguatan peran DPD agar bisa meringankan beban dan tugas yang diemban DPR sehingga kinerja parlemen lebih maksimal.
“Yang patut kita khawatirkan itu kinerja DPR yang tidak pernah capai target prolegnas. Yang kita patut kita risaukan banyaknya oknum anggota DPR yang terjerat kasus korupsi. Yang harus kita pikirkan bersama bagaimana parpol mampu menjadi yang terdepan mengkampanyekan penyadaran antikorupsi dan antipolitik uang kepada semua kadernya. Kenapa DPD belum maksimal, karena perannya tak kunjung dikuatkan. Masalahnya disitu,” tegas Wakil Ketua Komite III DPD ini.
Fahira mengingatkan, salah satu sebab besarnya gelombang penolakan saat UU Pilkada sempat memutuskan bahwa kepala daerah dipilih DPRD (kemudian dibatalkan lewat Perppu) adalah selain mengingkari kedaulatan rakyat, bertentangan dengan konstitusi juga diyakini akan menyemai praktik politik uang. Menyeleksi calon senator oleh DPRD bukan hanya sebuah langkah mundur jauh ke belakang, tetapi juga sebuah ide yang tidak inovatif sama sekali.