Tampang.com | Fenomena buzzer politik di media sosial dinilai semakin mengkhawatirkan bagi kualitas demokrasi Indonesia. Buzzer politik, yang kerap berafiliasi dengan partai atau tokoh tertentu, memanfaatkan akun media sosial untuk menggiring opini publik dan menyerang lawan politik. Tak jarang mereka juga berupaya membungkam kritik terhadap pemerintah atau tokoh politik tertentu.
Buzzer Sebagai Alat Propaganda Digital
Hendry Roris Sianturi, dosen dan peneliti di bidang Media dan Jurnalisme dari Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika), menyatakan bahwa penggunaan buzzer di media sosial dapat merusak kualitas demokrasi digital. "Buzzer itu sebagai alat propaganda digital yang membentuk polarisasi dan dinamika politik. Cara kerjanya dengan memanipulasi opini publik atau menciptakan citra politik sosok tertentu," ujar Hendry, Rabu (13/5/2025).
Kekurangan Regulasi Memperburuk Penyebaran Disinformasi
Hendry menambahkan bahwa kurangnya regulasi dan etika politik yang jelas semakin memperburuk penyebaran disinformasi. Penggunaan akun palsu dan teknologi deepfake untuk memengaruhi persepsi masyarakat menjadi hal yang semakin mengkhawatirkan. "Di Amerika Serikat, buzzer sangat sering digunakan. Karena itu, saya menyebutnya sebagai penumpang gelap demokrasi," kata Hendry.