“Yang disebut sukarela, pada praktiknya jadi wajib. Ini melanggar semangat pendidikan gratis,” tegas Fajar Arifianto, aktivis pendidikan dari Koalisi Masyarakat Peduli Sekolah.
Daerah Beralasan Kebutuhan Operasional Tidak Cukup
Sejumlah pemerintah daerah membela kebijakan ini dengan alasan keterbatasan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang tidak mencukupi kebutuhan operasional harian. Gaji honorer, kegiatan ekstra, hingga perawatan gedung kerap membutuhkan dana tambahan.
Namun publik menilai bahwa semestinya ini menjadi tanggung jawab negara, bukan dibebankan ke siswa.
Ketimpangan Akses dan Ancaman Putus Sekolah
Bagi keluarga ekonomi lemah, pungutan kecil pun bisa menjadi beban. Ancaman putus sekolah bisa meningkat jika tren ini terus meluas, apalagi jika tanpa kontrol dan pengawasan transparan.
“Kami sudah susah beli seragam, sekarang diminta sumbangan macam-macam. Mau sekolah negeri saja sekarang mahal,” keluh Narti, buruh cuci dari Solo.
Transparansi dan Pengawasan Lemah
Pengamat pendidikan menyoroti lemahnya pengawasan dalam penggunaan dana “sumbangan” yang dikumpulkan. Banyak yang tidak dilaporkan secara terbuka, dan orang tua tidak dilibatkan dalam perencanaan penggunaan dana.