Beralih ke ibu kota, suku Betawi punya tradisi pernikahan yang unik dan penuh humor, yaitu Palang Pintu. Prosesi ini dilakukan saat rombongan pengantin laki-laki tiba di rumah pengantin perempuan. Di depan pintu, mereka diadang oleh jagoan dari pihak mempelai perempuan. Bukan dengan perkelahian fisik, tapi dengan adu pantun dan jurus silat. Pertunjukan ini melambangkan niat baik pengantin laki-laki untuk mendapatkan restu, di mana ia harus membuktikan keberanian dan kemampuannya untuk melindungi calon istrinya.
Pantun-pantun yang dilontarkan seringkali lucu dan jenaka, penuh dengan sindiran dan rayuan. Sementara itu, adu jurus silat tidak bertujuan untuk saling melukai, melainkan untuk menunjukkan keahlian masing-masing. Setelah jagoan dari pihak pengantin laki-laki berhasil "mengalahkan" jagoan dari pihak perempuan, ia baru diizinkan masuk untuk melangsungkan akad nikah. Tradisi ini tidak hanya menghibur, tapi juga merefleksikan karakter masyarakat Betawi yang terbuka, humoris, dan penuh persaudaraan.
Mapacci, Pensucian Diri di Sulawesi Selatan
Di suku Bugis-Makassar, Sulawesi Selatan, ada tradisi yang disebut Mapacci. Ritual ini adalah bagian dari rangkaian pernikahan yang dilakukan malam hari sebelum hari H. Calon pengantin akan duduk di atas tumpukan bantal dan dioleskan daun pacci (daun pacar) ke telapak tangan. Prosesi ini dilakukan oleh kerabat terdekat, biasanya dimulai dari orang tua, kemudian diikuti oleh saudara-saudara yang telah menikah.
Tradisi Mapacci memiliki makna yang dalam, yaitu membersihkan calon pengantin dari segala kesalahan dan dosa di masa lalu. Daun pacci melambangkan kesucian dan harapan agar calon pengantin memiliki hidup yang bersih dan suci setelah menikah. Selain itu, tradisi ini juga merupakan doa restu dari para kerabat, yang berharap agar pernikahan mereka langgeng dan bahagia. Ritual ini menjadi momen yang sangat sakral dan penuh haru, di mana calon pengantin merasakan dukungan dan kasih sayang dari seluruh keluarga.