Edo juga membandingkan kondisi pasar saat ini dengan tahun lalu, di mana suasananya jauh lebih ramai. Dengan penuh nostalgia, ia menggambarkan betapa ramai dan padatnya Tanah Abang saat menjelang Lebaran pada tahun lalu. “Saat itu, pembeli bagaikan tawaf, bahkan jalannya hanya selangkah demi selangkah karena saking padatnya,” ceritanya. Di sisi lain, realita yang dihadapinya saat ini sangat kontras; sampai-sampai, beberapa koridor di pasar terlihat kosong.
Selaras dengan pandangan Edo, Novi (29), penjual lainnya, juga merasa bahwa turunnya kondisi ekonomi berimbas pada sepinya jumlah pengunjung. “Sepi salah satunya karena kondisi ekonomi Indonesia yang lagi rendah banget,” tuturnya. Novi menambahkan bahwa ketika kondisi keuangan masyarakat memburuk, banyak pembeli yang lebih tertarik pada keperluan mendasar, seperti makanan, dibandingkan berbelanja baju baru.
Pengalaman pribadi Novi tentang Tanah Abang di tahun lalu pun tidak lepas dari keramaian yang mengesankan. “Kalau tahun lalu, dalam rentang waktu dari pagi hingga sore, pembeli sudah berdesakan. Dari jam 07.00 hingga 17.00 WIB, suasana di pasar sangat padat,” kenangnya. Ia merasakan perbedaan nyata antara tahun lalu dan tahun ini, di mana suasana pasar terasa lebih lesu dan tidak menggairahkan.