“Ini kasus khusus yang butuh penanganan khusus,” jelasnya. Ia juga menegaskan bahwa siswa yang dikirim ke barak umumnya memiliki kesadaran ingin berubah, namun tidak mendapatkan dukungan lingkungan yang memadai di rumah maupun sekolah.
Materi Pendidikan di Barak Dinilai Lebih Komprehensif
Menurut Satria, para siswa tidak hanya diajarkan kedisiplinan, tetapi juga materi bela negara, pendidikan keagamaan, pengetahuan anti-narkoba, hingga keterampilan pertolongan pertama. Hal ini dianggap sebagai pengayaan yang sering kali tidak diberikan di lingkungan sekolah formal atau rumah.
Ia menyarankan pihak yang mengkritisi program ini untuk mengunjungi langsung lokasi barak agar bisa memberikan penilaian objektif dan konstruktif.
Bukan Hukuman, Tapi Pengakuan dan Harapan
Pengamat pendidikan lainnya, Ina Liem, turut mendukung pendekatan ini. Menurutnya, banyak anak yang dianggap “nakal” sebenarnya hanya kehilangan ruang untuk merasa sukses, baik di lingkungan sekolah maupun rumah.
“Ini bukan tentang menghukum, tapi memberikan mereka rasa pencapaian dan arah hidup,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa sistem pendidikan formal sering kali gagal membangun kompetensi non-akademik. Sementara itu, pendekatan seperti barak militer dapat membuka ruang bagi siswa-siswa ini untuk menemukan kembali jati dirinya.