Sebelumnya, mengutip The Strait Times yang dibuat NY Post, Thailand dan Filipina sempat mengecam Singapura karena memonopoli konser. Ini merujuk konser Taylor Swift Maret 2024 lalu. Keduanya mengecam Negeri Singa atas dugaan kesepakatan eksklusivitas yang mencegah bintang pop berusia 34 tahun itu membawa "Eras Tour" ke negara-negara lain di Asia Tenggara. Meski konser tersebut meningkatkan perekonomian Singapura, kesepakatan tersebut dilakukan dengan "mengorbankan negara-negara tetangga, yang tidak dapat menarik penonton konser asing dan penggemarnya harus pergi ke Singapura".
Pada Kamis, Channel News Asia (CNA) telah menyoroti rencana RI yang akan menyederhanakan proses perizinan dan birokrasi untuk menarik acara-acara global papan atas, seperti konser. Hal ini dituangkan dalam pernyataan langsung dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, di sela-sela konferensi Forum Ekonomi Dunia di Dalian, China.
Menurut Menparekraf Uno, upaya untuk mendigitalkan izin dan lisensi yang dibutuhkan untuk mendatangkan acara-acara internasional berkualitas baik juga akan dilakukan dengan melakukan fleksibilitas untuk menarik acara-acara populer ke RI. Dalam kutipan dari CNA, Uno menyatakan, "Beberapa acara musik (dan) acara olahraga ... telah melihat Indonesia sebagai pasar yang bagus, tetapi agak mundur ketika harus berhadapan dengan birokrasi, birokrasi yang berbelit-belit, dan langkah-langkah yang perlu dipenuhi sebelum acara-acara tersebut dapat berhasil."
Pernyataan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga disoroti, yang menyatakan bahwa proses birokrasi yang rumit dalam penyelenggaraan acara, khususnya untuk konser, menjadi penyebab Indonesia kehilangan kesempatan menjadi tuan rumah bagi banyak pertunjukan internasional. Ia bahkan mengutip contoh bintang pop Taylor Swift yang menggelar konsernya di Singapura. Padahal, sebanyak 11,7 juta wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia, tahun lalu menghasilkan peningkatan pengeluaran per orang sebesar 40 hingga 50%.