Selain itu, terdapat perdebatan mengenai status sosial dan spiritual dari keluarga Ba'alawi. Beberapa orang percaya bahwa keluarga ini memiliki status khusus dalam masyarakat Islam karena keturunan mereka yang dianggap suci. Namun, ada juga yang berargumen bahwa status ini dapat menimbulkan ketimpangan sosial dan mengabaikan prinsip egalitarian dalam Islam yang menekankan bahwa semua umat Muslim memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah.
Kontradiksi dalam Tradisi Islam
Tradisi Islam mengajarkan bahwa kedudukan seseorang di hadapan Allah tidak ditentukan oleh garis keturunan, melainkan oleh iman dan amal perbuatannya. Hal ini bertentangan dengan praktik-praktik yang menganggap keturunan Nabi Muhammad sebagai faktor penentu status sosial atau spiritual seseorang. Dalam ajaran Islam yang murni, semua orang, terlepas dari keturunan atau latar belakang, harus memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan keridhaan Allah.
Namun, dalam praktiknya, keturunan Ba'alawi sering kali mendapatkan perlakuan khusus dalam berbagai konteks sosial dan religius. Mereka sering dianggap sebagai ulama dan pemimpin spiritual yang lebih dihormati daripada individu lain, yang menimbulkan kontradiksi dengan prinsip-prinsip egalitarian Islam. Perbedaan ini menciptakan ketegangan antara ajaran Islam yang egaliter dan praktik sosial yang mungkin memperkuat hierarki berdasarkan keturunan.