Di samping itu, MK menyoroti pula adanya sekolah swasta yang tidak pernah atau tidak bersedia menerima bantuan anggaran dari pemerintah, serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan sepenuhnya dari hasil pembayaran peserta didik. Terhadap sekolah swasta tersebut, menurut Mahkamah, akan tidak tepat jika dipaksakan tidak boleh lagi memungut biaya dari peserta didik; sementara kemampuan fiskal pemerintah untuk memberikan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan dasar bagi sekolah swasta yang berasal dari APBN dan APBD masih terbatas. Oleh sebab itu, meski sekolah swasta tidak dilarang membiayai dirinya sendiri, MK meminta sekolah swasta tersebut tetap memberikan kesempatan kepada peserta didik di lingkungannya dengan memberikan skema kemudahan pembiayaan tertentu. "Terutama bagi daerah yang tidak terdapat sekolah/madrasah yang menerima pembiayaan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah,” kata Enny.
"Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas menurut Mahkamah, dalil para Pemohon yang mempersoalkan konstitusionalitas frasa ‘wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya’ dalam norma Pasal 34 ayat (2) UU 20/2003, yang menurut para Pemohon menimbulkan multitafsir dan diskriminasi karena hanya berlaku untuk sekolah/madrasah negeri adalah beralasan menurut hukum," pungkas Enny, mengakhiri pertimbangan hukum Mahkamah. Putusan ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam mewujudkan pendidikan dasar yang benar-benar gratis dan merata di Indonesia.