Ketiga, pemerintah berada di tengah-tengah dua kepentingan yang bertolak belakang ini. Pemerintah bertugas menyeimbangkan tuntutan buruh dan kekhawatiran pengusaha, sambil menjaga stabilitas ekonomi. Keputusan yang diambil harus adil, tidak memihak, dan mempertimbangkan dampak makroekonomi. Jika upah terlalu rendah, protes buruh akan meluas dan memicu ketidakstabilan sosial. Jika terlalu tinggi, investasi bisa mandek dan pengangguran meningkat. Pemerintah berperan sebagai mediator dan regulator yang harus merumuskan kebijakan yang paling minim risiko.
Formula yang Selalu Diperdebatkan
Salah satu alasan lain mengapa isu upah minimum begitu panas adalah formula penetapannya yang selalu diperdebatkan. Setiap tahun, pemerintah biasanya menggunakan formula tertentu yang mempertimbangkan berbagai variabel, seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup layak. Namun, definisi dari variabel-variabel ini seringkali menjadi sumber perselisihan.
Serikat buruh sering menganggap formula yang ada tidak mencerminkan kebutuhan riil di lapangan. Mereka menuntut perbaikan formula yang lebih berpihak pada buruh. Di sisi lain, pengusaha merasa formula yang digunakan terlalu memihak dan tidak mempertimbangkan kondisi spesifik industri atau daerah. Perbedaan pandangan ini membuat setiap keputusan yang keluar dari pemerintah selalu dianggap tidak adil oleh salah satu pihak, memicu demonstrasi dan perlawanan.
Dampak Berantai pada Ekonomi Makro
Isu upah minimum tidak hanya sebatas urusan buruh dan pengusaha, tetapi memiliki dampak berantai pada ekonomi makro. Kenaikan upah yang signifikan dapat memicu kenaikan harga barang dan jasa, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan inflasi. Di sisi lain, kenaikan upah juga dapat meningkatkan daya beli masyarakat, yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Para ekonom terpecah pendapatnya mengenai dampak bersih dari kebijakan ini.