Tampang

Menafsir Diplomasi Budaya Presiden Macron di Indonesia

1 Jun 2025 10:24 wib. 19
0 0
Presiden Prabowo Subianto (kiri) dan Presiden Perancis Emmanuel Macron berdiri di atas mobil Maung Tangguh saat memeriksa pasukan di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah, Kamis (29/5/2025).
Sumber foto: Kompas.com

Magelang, Tampang.com – "Kepada seluruh perwira TNI yang belajar bahasa Perancis," ujar Presiden Perancis Emmanuel Macron dalam bahasa Indonesia ketika berkunjung ke Akademi Militer di Magelang, Kamis (29/05/2025). Sambutan hangat menyambut ucapan tersebut, bukan semata karena fasihnya Macron berbahasa Indonesia, tetapi karena pesan simbolik yang terkandung di dalamnya: sebuah penghormatan terhadap bahasa dan budaya bangsa mitra. Kunjungan Presiden Macron ke Magelang ini merupakan bagian dari rangkaian lawatan kenegaraan ke Indonesia yang sebelumnya mencakup pertemuan bilateral dengan Presiden Prabowo Subianto di Jakarta. Di balik kerja sama strategis di bidang pertahanan, energi, dan, teknologi, terdapat satu dimensi penting yang kerap luput dari sorotan utama: diplomasi budaya.

Dalam studi hubungan internasional kontemporer, diplomasi budaya dianggap sebagai bagian integral dari soft power yang diperkenalkan oleh Joseph Nye (2004). Nye menekankan bahwa kekuatan sebuah negara tidak hanya bergantung pada militernya (hard power), tetapi juga pada kemampuannya untuk menarik simpati dan menciptakan pengaruh melalui budaya, nilai, dan kebijakan luar negeri yang sah (legitimate foreign policy). Sementara itu, Jan Melissen, pakar diplomasi dari Netherlands Institute of International Relations, menyatakan bahwa diplomasi budaya adalah "investasi jangka panjang terkait pandangan dan reputasi sebuah negara" yang tidak bisa dipisahkan dari diplomasi publik dalam membentuk persepsi masyarakat luar negeri terhadap suatu bangsa (Melissen, 2005).

Dalam konteks ini, penggunaan bahasa Indonesia oleh Presiden Macron bukan hanya sopan santun protokoler, melainkan bagian dari strategi symbolic communication yang mengedepankan empati, keterbukaan, dan keterlibatan emosional—elemen kunci dalam diplomasi budaya. Ucapan Macron dalam bahasa Indonesia mengingatkan kita pada momen serupa saat Presiden Barack Obama berkata “Saya suka bakso” dalam kunjungannya ke Jakarta pada 2010. Ucapan seperti itu mencerminkan cultural signaling—isyarat simbolik yang menunjukkan rasa hormat terhadap identitas budaya bangsa mitra. Bahasa dalam hal ini berfungsi tidak hanya sebagai media komunikasi, tetapi juga sebagai soft connector yang mampu melampaui batas protokol dan menyentuh ranah afeksi publik.

<123>

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Dampak PPN 12% ke Rakyat, Positif atau Negatif?