Budi menegaskan bahwa penyitaan yang dilakukan KPK sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilakukan dengan surat perintah penyitaan yang sah. Selain itu, penyidik KPK juga mengonfirmasi keberadaan Harun Masiku melalui handphone yang disita dari Hasto.
Penanganan kasus Harun Masiku telah memasuki usia empat tahun lebih di KPK. Pada Rabu, 8 Januari 2020, tim penindakan KPK menjalankan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan menangkap Wahyu Setiawan dan tujuh pihak lainnya. Upaya OTT ini merupakan yang kedua dilakukan pada era kepemimpinan KPK jilid V. Dari kegiatan tersebut, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Wahyu menerima suap terkait penetapan anggota DPR terpilih 2024 dari fraksi PDIP. Caleg PDIP terpilih dalam Pemilu 2019, Nazarudin Kiemas, meninggal, sehingga harus dicari penggantinya di kursi legislatif.
Pada awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan seseorang bernama Donny Istiqomah untuk mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Gugatan ini terkait dengan kematian Caleg Terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019.
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan tersebut pada 19 Juli 2019. Dalam putusannya, MA menetapkan partai sebagai penentu suara dan PAW.
PDIP mengirim surat ke KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang telah meninggal. Namun, lewat Rapat Pleno 31 Agustus 2019, KPU justru menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti mendiang Nazarudin Kiemas.
Guna mendorong Harun sebagai PAW, Saeful Bahri, yang merupakan orang kepercayaan Harun, menghubungi Agustiani Tio Fridelina, mantan anggota Bawaslu, untuk melakukan lobi. Agustiani lalu menjalin komunikasi dengan Wahyu. Wahyu menyanggupi membantu, dan meminta dana operasional sebesar Rp900 juta. Pemberian uang tersebut terjadi dua kali, yakni pada pertengahan dan akhir Desember 2019.