Tampang.com | Kasus korupsi dan pencucian uang dalam pengelolaan tata niaga timah mengantarkan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta, dijatuhi hukuman pidana penjara selama 8 tahun. Amar putusan tersebut disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto, pada Senin (23/12/2024). Selain itu, Suparta juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan penjara.
Tak hanya itu, dalam putusan tersebut, Suparta juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp4.571.438.592.561,56 yang harus dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak memiliki cukup uang untuk membayar, harta bendanya akan disita, dan jika harta bendanya tidak mencukupi, maka akan digantikan dengan hukuman penjara selama enam tahun.
Tak heran, putusan hukuman yang dijatuhkan kepada Suparta tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa. Dalam tuntutannya, Jaksa menuntut Suparta dengan hukuman 14 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah. Tuntutan tersebut dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (9/12/2024) lalu.
Dengan adanya kasus korupsi ini, hal ini mengingatkan kita pada pentingnya pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya alam, terutama dalam hal pengelolaan tambang, karena dapat berpotensi menimbulkan tindak korupsi yang merugikan negara. Pengelolaan tata niaga timah yang diatur dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP) perlu diawasi dengan ketat untuk mencegah tindak korupsi atau penyimpangan lainnya.
Selain itu, kasus korupsi ini juga menunjukkan bahwa tindak korupsi bukan hanya terjadi di sektor pemerintahan, tetapi juga dapat terjadi di sektor swasta. Hal ini menunjukkan perlunya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat dari pemerintah dan lembaga terkait dalam mencegah serta menindak tindak korupsi, baik di sektor publik maupun swasta.