Dugaan penyimpangan ini terjadi pada rentang waktu 2018 hingga 2023. Harli juga menegaskan bahwa Kejaksaan tidak akan berpihak dalam melakukan pemeriksaan kasus ini. “Minyak adalah barang yang cepat habis. Oleh karena itu, kami perlu melihat apakah distribusi yang ada sesuai dengan penerimaan barang yang dilaporkan dalam jangka waktu tersebut tanpa adanya bias,” tambahnya.
Kejagung saat ini juga sedang memperdalam dugaan yang berhubungan dengan total distribusi dari periode yang sama, 2018-2023. “Kita perlu mengetahui apakah pricelist yang dibayarkan untuk RON 92 dan barang yang diterima benar-benar sesuai. Informasi ini penting untuk kami sampaikan kepada masyarakat,” ungkap Harli.
Di sisi lain, pihak PT Pertamina telah membantah keras tuduhan oplosan bahan bakar minyak tersebut. Fadjar Santoso, yang menjabat sebagai VP Corporate Communication Pertamina, menyatakan bahwa semua produk yang sampai ke tangan konsumen telah memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. “Kami menjamin bahwa setiap produk yang diterima oleh konsumen telah melalui serangkaian pemeriksaan oleh Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi atau LEMIGAS,” ujar Fadjar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (25/2).