Ia menjelaskan bahwa ibu yang tidak memiliki tempat memerah ASI saat kembali bekerja berisiko menghentikan pemberian ASI eksklusif lebih cepat. Padahal, pemberian ASI yang optimal dapat mengurangi risiko bayi sakit, yang pada akhirnya lebih menguntungkan bagi pemberi kerja maupun negara dari sisi produktivitas. Oleh karena itu, ia menggarisbawahi bahwa pemberian fasilitas bagi ibu menyusui adalah investasi sosial jangka panjang.
Dukungan juga diperlukan dari masyarakat umum, termasuk keluarga dan lingkungan sekitar ibu. Solidaritas sosial yang membangun kepercayaan diri ibu menyusui sangat dibutuhkan, mengingat menyusui bukan semata-mata tanggung jawab individu, melainkan kerja kolektif yang melibatkan seluruh elemen sosial. Ketika ibu merasa didukung secara emosional dan informasional, mereka akan lebih percaya diri dan mampu menyusui secara konsisten.
Selain itu, peran media juga dianggap krusial dalam menyebarkan informasi yang berbasis bukti terkait manfaat ASI. Dr. Naomi menyoroti bahwa gencarnya promosi produk pengganti ASI sering kali menyesatkan masyarakat, terlebih ketika tidak disertai informasi seimbang. Media massa dapat menjadi agen perubahan dengan meluruskan mitos dan menghadirkan kampanye menyusui yang berlandaskan sains.