Terlepas dari hal tersebut, permintaan yang lemah di China terlihat dari persediaan tembaga di gudang-gudang yang disetujui LME, sebagian besar di Asia. Pada 158.700 ton, stok telah naik lebih dari 50% sejak pertengahan Mei. Faktor lainnya adalah Discount atau contango untuk logam tunai atas kontrak tiga bulan yang berada di level sekitar US$139 per ton, mendekati rekor tertinggi yang menunjukkan surplus logam yang digunakan dalam industri listrik dan konstruksi.
Menyikapi kondisi tersebut, Edward Meir, seorang konsultan dari Marex, menyatakan bahwa "Contango yang luas dan permintaan manufaktur yang lesu tidak mendukung narasi pasokan yang 'ketat' dan malah menyarankan kita bisa melihat erosi harga lebih lanjut memasuki musim panas yang secara musiman lemah, terlepas dari masalah penambangan."
Pasar logam industri juga menunggu berita tentang suku bunga China pada Kamis. Bank sentral China (PBoC) memutuskan menahan loan prime rate (LPR)) 1-tahun di level 3,45% pada hari ini, Kamis (20/6/2024). Harga logam lainnya juga turut mengalami kenaikan, di antaranya aluminium naik 0,3% menjadi US$2.494 per ton, seng naik 1% menjadi US$2.866,50, timah naik 0,3% menjadi US$2.199, timah maju 0,7% menjadi US$32.370, dan nikel terapresiasi 0,5% menjadi US$17.385.
Seiring dengan lonjakan harga tembaga, tentu saja hal ini berimbas positif kepada Indonesia sebagai salah satu ekspotir batu bara. Keuntungan tidak hanya dinikmati oleh pengusaha, tetapi juga negara yang panen duit dari penerimaan negara Bea Keluar (BK).