Harga tembaga telah berbalik arah dengan naik perlahan di tengah kekhawatiran tentang kekurangan pasokan dan pembelian oleh dana investasi. Kedua faktor ini membawa harga tembaga ke fase bullish. Namun, di tengah fase kenaikan akibat prospek permintaan dari negara konsumen utama China, terdapat kekhawatiran seiring dengan meningkatnya pasokan.
Menurut data yang dikutip dari Reuters, patokan harga tembaga di London Metal Exchange (LME) naik 1,18% menjadi US$9.786 per metrik ton atau setara Rp 160,7 juta (US$1=16.420) pada perdagangan Rabu (19/6). Hal ini mengindikasikan adanya kenaikan harga tembaga, meskipun sebelumnya sempat mencapai titik terendah dua bulan di US$9.551 pada Selasa, dipicu oleh harapan yang meredup akan pemulihan pertumbuhan di China.
Faktor lain yang mempengaruhi harga tembaga adalah dana investasi yang mulai membalikkan posisi pendek dan berita dari Anglo yang mengingatkan orang tentang kemungkinan kekurangan pasokan tembaga. Anglo American mengumumkan pada Selasa (18/6/2024) bahwa produksi tembaga di tambang Los Bronces di Chile diperkirakan akan turun hampir sepertiga dari tingkat historis rata-rata tahun depan karena penghentian pabrik untuk perawatan yang bisa memakan waktu beberapa tahun.
Ekspektasi kekurangan pasokan dan prospek permintaan yang kuat dalam beberapa tahun mendatang mendorong harga tembaga LME mencapai rekor di atas US$11.100 pada bulan Mei. Namun, harga kemudian turun karena ketidakpastian tentang waktu pemotongan suku bunga di Amerika Serikat. Suku bunga AS yang lebih rendah akan melemahkan mata uang Amerika Serikat (AS), membuat logam yang dihargai dalam dolar lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, berpotensi meningkatkan permintaan.