Kberadaan gerabah, kerajinan tangan dari tanah liat yang dibakar seringkali dianggap sebagai peninggalan masa lalu. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, eksistensi gerabah justru kembali menemukan momentumnya. Kerajinan kuno ini tidak hanya bertahan, tetapi juga berevolusi, beradaptasi dengan tren pasar yang terus berubah dan selera konsumen yang semakin beragam. Gerabah kini bukan lagi sekadar alat dapur tradisional, melainkan objek seni, elemen dekorasi, hingga produk fungsional yang memiliki nilai estetika tinggi.
Bangkitnya Apresiasi terhadap Produk Lokal dan Kerajinan Tangan
Salah satu faktor utama yang mendorong kembali popularitas gerabah adalah meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap produk lokal dan kerajinan tangan. Konsumen modern, terutama dari kalangan muda, mulai mencari produk yang unik, memiliki cerita di baliknya, dan tidak diproduksi secara massal. Gerabah memenuhi semua kriteria ini. Setiap keping gerabah adalah bukti dari keahlian, kesabaran, dan sentuhan personal dari perajinnya. Keunikan tekstur, bentuk yang tidak selalu sempurna, dan jejak tangan perajin justru menjadi daya tariknya.
Tren ini didukung oleh kesadaran akan keberlanjutan. Gerabah, yang terbuat dari bahan alami seperti tanah liat, dianggap sebagai pilihan yang lebih ramah lingkungan dibanding produk plastik atau material sintetis. Semakin banyak orang yang beralih ke produk-produk alami, dan gerabah pun menjadi bagian dari gaya hidup sadar lingkungan yang terus berkembang.