Melalui pernyataan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, terungkap bahwa Muhammadiyah sebenarnya tidak menolak tawaran untuk mengelola tambang. Haedar Nashir mengatakan bahwa ekonomi harus diurus, sumber daya alam harus dirawat, termasuk tambang, agar tidak merusak lingkungan. Hal itu diungkapkan oleh Haedar Nashir sebagai tanggapan terhadap isu pengelolaan tambang.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti juga menegaskan bahwa pemberian WIUPK merupakan wewenang pemerintah. Ia menyatakan bahwa kemungkinan ormas keagamaan mengelola tambang tidak otomatis karena harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Abdul Mu'ti juga mengklarifikasi bahwa hingga saat ini tidak ada pembicaraan resmi pemerintah dengan Muhammadiyah terkait dengan kemungkinan pengelolaan tambang. Dia menegaskan bahwa jika ada penawaran resmi pemerintah kepada Muhammadiyah, pihaknya akan membahasnya dengan seksama.
Pihak Muhammadiyah juga menekankan bahwa mereka tidak akan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan dan akan mengukur kemampuan mereka. Tujuannya adalah agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan juga negara.
Dalam perkembangan terbaru, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Perubahan tersebut mencakup pemberian ruang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk dapat mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) di Indonesia.