Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa ada indikasi kuat bahwa pemilik media secara sengaja membuat nama yang menyerupai lembaga negara agar terlihat seolah-olah memiliki otoritas atau dukungan dari institusi tersebut. Dalam beberapa kasus, strategi ini bahkan digunakan untuk menambah pengaruh atau kepercayaan publik secara tidak etis.
Namun, Jazuli menekankan bahwa tidak semua media dengan nama lembaga negara akan langsung ditindak. Media yang benar-benar berada di bawah lembaga resmi, seperti Polri TV yang memang milik institusi Polri, tidak menjadi sasaran penertiban karena memiliki legitimasi dan afiliasi yang sah.
“Polri TV, misalnya, itu resmi milik Polri, jadi tidak ada masalah. Tapi kalau ada media swasta, individu, atau kelompok tertentu yang bikin ‘KPK News’ atau ‘Kejagung Update’ tanpa afiliasi resmi, itu akan kami tindak,” tegasnya.
Dalam upaya penertiban ini, Dewan Pers telah menghubungi sejumlah media yang terindikasi melanggar dan memberikan imbauan untuk mengganti nama medianya. Jika imbauan ini tidak diindahkan, maka Dewan Pers akan mencabut status verifikasi media tersebut dan bahkan mencabut sertifikat kompetensi wartawannya.