Tampang.com | Asap pekat kembali menyelimuti sejumlah wilayah di Sumatera dan Kalimantan akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi sejak akhir April lalu. Ribuan hektare lahan terbakar, kualitas udara memburuk, dan ribuan warga mengalami gangguan pernapasan.
Situasi ini seolah menjadi rutinitas tahunan yang tak kunjung diatasi tuntas. Padahal, Indonesia pernah menuai pujian karena berhasil menekan karhutla pada 2020-2021. Kini, masalah yang sama kembali muncul, memunculkan pertanyaan besar: apakah komitmen lingkungan hanya slogan?
Minimnya Deteksi Dini dan Lemahnya Penegakan Hukum
Menurut laporan WALHI, salah satu penyebab utama adalah lambatnya deteksi dini titik api dan lemahnya penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan pembakar lahan. Meski banyak bukti satelit dan laporan warga, hanya sedikit kasus yang berujung sanksi tegas.
“Setiap tahun kami melihat pola yang sama: pembiaran, lalu respons lambat saat api sudah besar,” kata Dwi Sawung, Manajer Kampanye WALHI.