Dalam Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) di Indonesia, konsep "kotak kosong" menjadi fenomena menarik ketika calon tunggal menjadi satu-satunya kandidat dalam pemilihan. Meski hanya satu calon yang berpartisipasi, undang-undang memberikan pilihan lain bagi pemilih, yaitu kotak kosong. Namun, apa yang sebenarnya terjadi jika kotak kosong menang dalam Pilkada? Artikel ini akan menjelaskan aspek legal dari kotak kosong, skema yang berlaku jika kotak kosong menang, serta contoh daerah-daerah yang pernah menghadapi situasi ini.
UU Pilkada Tentang Kotak Kosong
Dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, terdapat ketentuan yang mengatur mekanisme pemilihan dalam kasus calon tunggal. Pasal 54C ayat (2) menyebutkan bahwa apabila hanya ada satu pasangan calon yang ditetapkan oleh KPU, maka tetap dilakukan pemilihan umum dengan memberikan dua opsi kepada masyarakat: memilih pasangan calon atau kotak kosong. Ketentuan ini dibuat untuk menjaga demokrasi dan memberi ruang bagi masyarakat untuk menolak calon tunggal jika dianggap tidak memenuhi aspirasi.
Aturan ini memastikan bahwa meskipun tidak ada calon lain yang mendaftar atau lolos verifikasi, pemilih tetap memiliki pilihan. Sistem kotak kosong ini dianggap sebagai instrumen demokratis yang memungkinkan masyarakat menolak kepemimpinan calon yang ada, walaupun tidak ada calon alternatif.
Skema Jika Menang Kotak Kosong
Jika dalam pemilihan, kotak kosong memperoleh lebih dari 50% suara sah, maka hasil Pilkada tidak dapat menetapkan calon tunggal sebagai kepala daerah. Dalam kondisi ini, KPU akan menyatakan bahwa pemilihan tidak menghasilkan pemenang, dan tahapan pemilihan akan diulang pada periode berikutnya, sesuai dengan Pasal 54D UU Pilkada.