Empat cara media sosial mendukung strategi Dedi Mulyadi:
-
Pembelahan "Kami" vs. "Mereka": Karakteristik homofili media sosial (filter bubble dan echo chamber) memperlebar pembelahan antara pendukung Dedi Mulyadi dan "musuh-musuh"nya, membuat pendukung sulit mengakses informasi yang membantah asumsi mereka.
-
Personalisasi Politik: Media sosial memungkinkan Dedi Mulyadi menonjolkan kebajikan pribadinya sebagai pengayom rakyat. Sebagian besar videonya menampilkan dirinya menghardik preman, menangis karena pengrusakan alam, atau memberikan bantuan, yang semuanya memperkuat citra "Bapak Aing".
-
Koneksi Langsung dengan Audiens: Media sosial memfasilitasi komunikasi langsung antara Dedi Mulyadi dan rakyat, memperkuat persepsi bahwa ia adalah bagian dari "kami".
-
Peningkatan Visibilitas Kontroversi: Lanskap media sosial Indonesia yang masif memungkinkan gaya komunikasi Dedi Mulyadi yang kontroversial lebih menonjol dan menjangkau audiens yang sangat luas.
Singkatnya, Dedi Mulyadi secara cerdas memanfaatkan konflik, kontroversi, dan konten di media sosial sebagai strategi terintegrasi untuk membangun citra populis, menjaga relevansi di mata publik, dan mengonsolidasikan basis pendukungnya dalam arena politik.