Aturan sumo sangat ketat dan melibatkan berbagai ritual sebelum dan setelah pertandingan. Para pegulat melakukan shiko (langkah mengangkat kaki) dan sanp (pembersihan ring) sebagai bagian dari persiapan. Setelah pertandingan, para rikishi melakukan tachiai (penyapuan tanah) untuk menghormati tradisi dan menunjukkan rasa hormat kepada lawan mereka.
Tradisi dan Ritual Sumo
Sumo bukan hanya tentang pertarungan fisik; ia juga dipenuhi dengan tradisi dan ritual yang mencerminkan nilai-nilai budaya Jepang. Setiap aspek sumo, mulai dari pelatihan hingga pertandingan, dipenuhi dengan simbolisme dan makna.
1. Ritual Shinto
Sebelum pertandingan dimulai, dohy disucikan dengan purifikasi menggunakan garam. Ritual ini dimaksudkan untuk membersihkan arena dari roh jahat dan memastikan bahwa pertandingan berlangsung dengan adil. Selain itu, pegulat sumo mengenakan mawashi (sabuk tradisional) yang juga memiliki makna simbolis dalam ritual.
2. Busana dan Kehormatan
Rikishi mengenakan kesho-mawashi, yaitu sabuk hias yang kaya warna dan desain saat melakukan upacara pembukaan. Busana ini menggambarkan status dan kehormatan pegulat tersebut. Sumo juga memiliki hierarki yang ketat, dengan pegulat yang lebih tinggi memiliki hak dan kehormatan yang lebih besar.
3. Kehidupan di Dojo
Para rikishi tinggal dan berlatih di heya (dojo sumo), yang merupakan komunitas terpisah dari masyarakat umum. Kehidupan di heya sangat disiplin, dengan rutinitas latihan yang intens dan aturan ketat tentang perilaku. Hierarki dalam heya menentukan interaksi dan tanggung jawab antar anggota.