Olimpiade Musim Panas 2024 sendiri digelar mulai 26 Juli hingga 11 Agustus, sementara Paralimpiade diadakan mulai 28 Agustus hingga 8 September. Meskipun demikian, hingar-bingar prestasi olahraga dan semangat perdamaian yang seharusnya diwujudkan dalam Olimpiade justru tercoreng oleh kontroversi larangan atlet berhijab, yang dianggap sebagai implementasi praktik diskriminatif di tengah ajang olahraga dunia yang seharusnya bersifat inklusif dan menghormati perbedaan budaya dan agama.
Hasil penilaian kontroversi ini menunjukkan bahwa Prancis sebagai tuan rumah Olimpiade harusnya memberikan contoh keberagaman dan merangkul semua atlet dari berbagai latar belakang. Sebagai negara yang vokal dalam menyuarakan kebebasan dan kesetaraan, kebijakan diskriminatif terhadap atlet berhijab jelas bertentangan dengan nilai-nilai universal olahraga, seperti persamaan hak, kesempatan, dan keberagaman.
Pola perilaku semacam ini juga membawa implikasi buruk bagi citra Olimpiade Paris 2024, yang seharusnya menjadi ajang yang mempersatukan seluruh atlet dari penjuru dunia. Seiring bertambahnya beragam tantangan dalam perayaan olahraga internasional, seperti kasus larangan atlet berhijab ini, pengelolaan Olimpiade kedepannya harus menjunjung tinggi prinsip kesetaraan dan keberagaman bagi seluruh pesertanya.
Tindakan Prancis yang dianggap diskriminatif tersebut juga memperkuat argumen bahwa pentingnya pengaturan yang adil dan inklusif bagi seluruh atlet, terutama yang bermuara kepada urusan agama dan budaya. Kesadaran akan kepentingan penghormatan terhadap perbedaan ini seharusnya menjadi pijakan bagi semua pihak, termasuk negara tuan rumah, dalam merealisasikan pelaksanaan Olimpiade yang mempunyai nilai-nilai inklusif.