Pada Senin, (9/12/2024) delegasi pemberontak dengan anggota HTS dan kelompok Muslim Sunni lainnya, Tentara Pembebasan Suriah, bertemu dengan para tetua Qardaha dan menerima dukungan mereka, menurut kantor berita Reuters.
Delegasi pemberontak menandatangani sebuah dokumen, yang menurut Reuters menekankan keberagaman agama dan budaya Suriah. Ini menunjukkan upaya pemberontak untuk membangun konsensus di antara berbagai kelompok agama di Suriah.
HTS dan faksi pemberontak sekutu merebut kendali ibu kota Suriah, Damaskus, pada Minggu, (8/12/2024) setelah bertahun-tahun perang saudara.
Pemimpin HTS Abu Mohammed al-Jolani, seorang mantan jihadis al-Qaeda, baru-baru ini berjanji akan bersikap toleran terhadap berbagai kelompok dan komunitas agama. Ini merupakan langkah penting untuk memastikan stabilitas dan keberagaman di Suriah pasca kejatuhan rezim Assad.
Utusan PBB untuk Suriah mengatakan para pemberontak harus mengubah "pesan baik" mereka menjadi praktik di lapangan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa perubahan yang dijanjikan oleh pemberontak benar-benar terwujud di masyarakat Suriah.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengatakan Washington akan mengakui dan sepenuhnya mendukung pemerintahan Suriah di masa mendatang asalkan pemerintahan tersebut muncul dari proses yang kredibel dan inklusif yang menghormati kaum minoritas. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kesempatan bagi pemerintahan yang baru untuk mendapat dukungan internasional jika mampu mengakomodasi kepentingan semua pihak di Suriah.