Salah satu contoh nyata perbedaan ini bisa dilihat dari cara mereka menyikapi bulan Ramadan. Dalam penelitian yang dikemukakan oleh Ba Trung pada tahun 2008 dalam karyanya berjudul "Bani Islam Cham in Vietnam", umat Islam Cham tidak menganggap Ramadan sebagai bulan puasa yang wajib seperti pada umumnya, melainkan lebih sebagai bulan pembelajaran untuk pemuka agama baru, persiapan kematian, dan upaya penyucian. Tradisi ini mencerminkan betapa mereka mengadopsi nilai-nilai budaya lokal ke dalam praktik keagamaan mereka.
Selama bulan Ramadan, keluarga islam Cham mengirimkan makanan kepada pemuka agama mereka di Masjid. Ini dilakukan bukan sekadar memberi, tetapi agar dapat memperlihatkan rasa syukur dan ketulusan mereka kepada Allah. Pemuka agama, yang akan menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual dalam masa refleksi selama tiga hari itu, tidak berbicara, tidak makan, dan tidak minum, sebelum kemudian melanjutkan dengan kegiatan dakwah yang berlangsung selama 15 hari. Berbeda dengan umat Muslim di negara lain yang berpuasa selama 30 hari, apa yang mereka sebut "Ramuwan" adalah tradisi unik yang dimiliki oleh komunitas ini.
Selain perbedaan dalam jam puasa, aspek lain yang mengikuti adalah ibadah salat. Umat Islam pada umumnya diwajibkan untuk melaksanakan ibadah salat lima waktu sebagai salah satu rukun Islam. Namun, komunitas Muslim Cham hanya melakukan salat Jumat, dengan kepercayaan bahwa kewajiban salat dapat diwakilkan kepada seorang perwakilan yang disebut Acar. Melalui Acar, anggota keluarga dapat menitipkan ibadah salat yang dianggap cukup untuk menjaga keseimbangan kehidupan di dunia dan akhirat.