Meski belum dijelaskan secara detail jenis data yang mampu dikumpulkan oleh perangkat ini, para analis militer menyebutkan bahwa ukurannya yang sangat kecil menjadikan drone ini hampir mustahil terdeteksi oleh radar konvensional. Hal ini tentu menjadikannya alat yang sangat efektif untuk kegiatan mata-mata dan misi militer tanpa jejak.
Fenomena penggunaan drone mikro dalam strategi perang modern sebenarnya bukan hal baru. Beberapa negara lain juga telah mengembangkan teknologi serupa, terutama untuk tujuan intelijen dan pengawasan tersembunyi.
Salah satu contoh yang telah digunakan secara luas adalah Black Hornet, drone mini berbentuk helikopter yang dikembangkan oleh Norwegia. Perangkat ini memiliki ukuran sebesar telapak tangan dan telah diadopsi oleh militer Amerika Serikat dan pasukan NATO lainnya. Black Hornet dilengkapi dengan kamera optik dan pencitraan termal untuk mengintai secara diam-diam di lingkungan urban maupun hutan lebat.
Selain itu, Amerika Serikat sejak tahun 2006 telah mengembangkan proyek futuristik bernama HI-MEMS (Hybrid Insect Micro-Electro-Mechanical Systems) yang bertujuan menciptakan serangga cyborg. Proyek ini dilakukan oleh DARPA, lembaga riset militer AS, dengan cara menanamkan sistem mikro ke dalam tubuh serangga hidup untuk mengendalikannya secara jarak jauh.
Apa yang dilakukan China dengan drone nyamuk ini menunjukkan bahwa persaingan teknologi militer kini tidak lagi hanya soal senjata besar dan rudal antar-benua, tetapi juga mencakup penguasaan atas teknologi pengintaian ultra-kecil yang bisa menyusup tanpa disadari. Dalam era perang informasi dan siber, perangkat seperti ini menjadi game-changer yang mampu mengubah dinamika strategi militer.