Dalam hal distribusi geografi, menarik untuk dicatat bahwa tidak ada sekolah yang ditutup di ibu kota, Seoul. Sementara Provinsi Jeolla Selatan mencatat jumlah tertinggi dalam penutupan, yakni 10 sekolah yang akan ditutup, diikuti oleh Provinsi Chungcheong Selatan dengan sembilan sekolah yang terpaksa ditutup. Ini menunjukkan adanya konsentrasi masalah di daerah tertentu, terutama di luar pusat kota yang biasanya lebih ramai.
Menggali lebih dalam ke dalam data tersebut, dari total 49 sekolah yang dijadwalkan tutup, sebanyak 38 di antaranya adalah sekolah dasar. Ini menunjukkan bahwa anak-anak di usia dini tidak memiliki cukup tempat yang layak untuk mendapatkan pendidikan, yang tentunya akan berdampak langsung pada kualitas generasi mendatang.
Sementara itu, delapan sekolah merupakan sekolah menengah pertama dan tiga adalah sekolah menengah atas. Dengan semakin sedikitnya sekolah, kawasan pedesaan akan menghadapi tantangan besar dalam menyediakan akses pendidikan yang layak bagi anak-anak mereka.
Di sisi lain, fenomena penutupan sekolah ini juga memunculkan kekhawatiran tentang kualitas pendidikan dan kesenjangan pendidikan di Korea Selatan. Dalam satu tahun terakhir, sebanyak 112 sekolah dasar di seluruh negeri tidak menerima siswa baru.
Ini menandakan bahwa banyak sekolah yang tidak lagi diminati oleh masyarakat, baik karena faktor lokasi, kualitas pendidikan, atau bahkan kurangnya jumlah siswa. Berdasarkan data yang dirilis oleh kementerian, Provinsi Jeolla Utara menempati posisi teratas dengan jumlah sekolah dasar yang tidak menerima siswa baru, mencapai angka 34 sekolah.