Kebijakan pemerintah Tokyo, Jepang dalam menerapkan sistem kerja empat hari dalam seminggu bagi pegawai negeri menjadi topik yang menarik bagi masyarakat Jepang. Kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan solusi atas masalah yang dihadapi oleh masyarakat Jepang terkait rendahnya angka kelahiran dan kondisi kerja yang tidak seimbang.
Dalam sebuah informasi yang dilansir oleh CNN International, kebijakan baru tersebut ternyata membuat pegawai negeri dapat menikmati tiga hari libur setiap pekan. Keputusan ini tentunya merupakan kabar gembira bagi para pekerja, terutama para ibu yang juga bekerja, karena kini mereka dapat memiliki waktu lebih banyak untuk beristirahat dan berkumpul bersama keluarga pada hari libur.
Gubernur Tokyo, Yuriko Koike, menyatakan bahwa kebijakan ini akan memberikan fleksibilitas dalam pola kerja bagi para pegawai negeri. Beliau juga menekankan pentingnya perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan serta perekonomian masyarakat di Tokyo di tengah tantangan besar yang dihadapi oleh bangsa ini.
Namun, di sisi lain, angka kelahiran di Jepang terus menurun dan mencatat rekor baru pada Juni lalu. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya, angka kelahiran tahun lalu hanya tercatat sebanyak 727.277 kelahiran dengan tingkat fertilitas 1,2 anak per perempuan. Angka ini jauh di bawah angka ideal 2,1 yang diperlukan untuk menjaga stabilitas populasi.
Hal ini juga terkait dengan budaya kerja yang keras di Jepang yang sering dianggap sebagai salah satu penyebab rendahnya angka kelahiran. Jam kerja yang melelahkan dapat memicu masalah kesehatan, bahkan dalam kasus ekstrem dapat menyebabkan "karoshi" atau kematian akibat kerja berlebihan.
Perempuan di Jepang kerap menghadapi tekanan untuk memilih antara karier atau keluarga. Budaya lembur yang kuat membuat kehamilan dan pengasuhan anak menjadi tantangan besar, terlebih dengan kesenjangan partisipasi tenaga kerja antara pria dan wanita yang mencapai 17% tahun lalu, menurut Bank Dunia.
Tindakan pemerintah Jepang dalam mendorong kebijakan "sekarang atau tidak sama sekali" dinilai sebagai langkah yang tepat untuk mengatasi krisis populasi. Langkah ini juga mencakup dorongan bagi pria untuk mengambil cuti ayah serta perbaikan kondisi kerja di berbagai daerah.
Selain itu, kebijakan kerja empat hari ini menarik perhatian negara-negara Barat yang mulai menguji jam kerja lebih singkat demi keseimbangan kerja dan kehidupan. Studi menunjukkan bahwa langkah ini dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja.