Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyatakan keprihatinannya yang besar atas eskalasi perang pernyataan dan bentrokan yang semakin meningkat di perbatasan antara militer Israel dan pejuang Hizbullah di Lebanon. Guterres menegaskan ketidakinginan dunia untuk melihat kota Lebanon menjadi Gaza 'Kedua' akibat memanasnya hubungan kedua negara.
Guterres menjelaskan bahwa pasukan penjaga perdamaian PBB terus berupaya untuk menenangkan situasi dan mencegah kemungkinan miskalkulasi setelah kedua pihak menunjukkan peningkatan tensi, yang berpotensi memunculkan konflik skala penuh.
"Satu tindakan gegabah, satu kesalahan perhitungan dapat memicu bencana yang melampaui batas negara, bahkan melebihi imajinasi," ujar Guterres, seperti yang dikutip oleh Al Jazeera pada Sabtu (22/6/2024).
Guterres juga menambahkan, "Masyarakat di kawasan ini dan masyarakat dunia tidak mampu membiarkan Lebanon menjadi bagian dari Gaza."
Pasukan penjaga perdamaian PBB UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon) beserta pengamat teknis tak bersenjata yang dikenal sebagai UNTSO telah ditempatkan di Lebanon selatan untuk memantau permusuhan di sepanjang garis demarkasi antara Lebanon dan Israel, yang dikenal sebagai Garis Biru.
Guterres menekankan bahwa dunia harus bersuara lantang dalam mendorong kemungkinan deeskalasi secepatnya. "Deeskalasi bukan hanya mungkin, tetapi juga sangat penting. Tidak ada solusi militer," tegasnya.
Konflik antara Hizbullah dan Israel telah mencapai titik memanas, di mana Hizbullah telah menembakkan roket dan drone ke Israel setelah melancarkan perang di Gaza pada bulan Oktober sebelumnya. Israel pun membalas dengan serangan mematikan dan tembakan artileri berat. Akibatnya, ratusan orang tewas dan puluhan ribu lainnya terpaksa mengungsi di sepanjang perbatasan Lebanon Selatan.