Dalam dunia kerja, tak sedikit perusahaan yang menerapkan kebijakan penahanan ijazah terhadap karyawannya. Alasan di balik kebijakan ini umumnya berkaitan dengan keinginan perusahaan untuk mengamankan komitmen kerja karyawan selama masa kontrak berlangsung. Dengan menahan dokumen penting tersebut, perusahaan berharap karyawan tidak mencari pekerjaan lain secara diam-diam sebelum masa kontraknya selesai.
Namun, di balik praktik yang tampaknya logis bagi perusahaan, banyak pihak menilai bahwa penahanan ijazah merupakan bentuk pelanggaran hak karyawan. Apalagi jika dilakukan tanpa persetujuan yang sah atau justru menjadi alat tekanan agar karyawan tak bisa keluar dari perusahaan.
Lantas, bagaimana hukum di Indonesia memandang praktik penahanan ijazah karyawan?
Bagaimana Pandangan Hukum Indonesia Mengenai Penahanan Ijazah?
Secara hukum, Indonesia belum secara tegas melarang penahanan ijazah oleh perusahaan. Menurut informasi dari Hukum Online, penahanan ijazah bisa dilakukan asalkan ada kesepakatan yang sah antara karyawan dan pemberi kerja. Hal ini mengacu pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Dengan demikian, penahanan ijazah dianggap sah bila memenuhi syarat berikut:
-
Ada kesepakatan dari kedua belah pihak (tanpa tekanan atau paksaan)
-
Kedua pihak memiliki kecakapan hukum
-
Ada pekerjaan yang diperjanjikan
-
Isi perjanjian tidak melanggar hukum, ketertiban umum, dan kesusilaan
Biasanya, ketentuan mengenai penahanan ijazah dimuat secara tertulis dalam kontrak kerja. Maka dari itu, penting bagi calon karyawan untuk membaca dan memahami seluruh isi kontrak sebelum menandatanganinya.