Pernahkah kamu memperhatikan tingkah seseorang, bagaimana ia berinteraksi dengan lingkungan sosialnya? Bagaimana ia merespon reaksi seseorang, bagaimana ia ketika ‘mati gaya’, bagaimana ia mengutarakan sesuatu, dan bagaimana-bagaimana lainnya. Biasanya sih, ini dilakukan ketika seseorang tertarik kepada seseorang lainnya. Ingat zaman ketika kita tertarik kepada lawan jenis ketika masa sekolah, kuliah, atau sekarang ada yang masih melakukannya karena alasan ‘kepo’ tertentu? Hahaha...
Tenang, ‘kepo’ ini bukan untuk merugikan atau jadi stalker seseorang kok, ini adalah salah satu eksperimen, justru untuk mempelajari diri sendiri, untuk ‘kepo’ pada diri sendiri. Mengapa kita perlu ‘kepo’ pada diri sendiri? Kan kita tentu kenal lah sama diri, tak perlu lagi ‘kepo-kepo’. Jangan salah, ketika kita ‘menjalankan’ diri, ada hal-hal yang mungkin kita tidak sadari. Karena kita memang fokus sebagai pelaku dalam diri, karena kita ada di dalam. Dengan kita mengamati orang lain, kita pun kemudian dapat bercermin, “Seperti apakah aku ketika mengemukakan sesuatu dalam lingkungan sosial?”, “Seperti apakah aku ketika ada ketidaknyamanan dalam sebuah perbincangan?” Proses itulah salah satu kegiatan ‘merasakan’ diri. Kita mencoba melihat diri dari luar, seolah-olah kita dilihat oleh orang lain, padahal sebenarnya kita melihat diri kita sendiri. Kurang lebih seperti misalnya kita tampil di panggung atau berbicara di dalam rapat, lalu kemudian kita meminta pendapat teman atas penampilan kita tersebut. Nah, namun ini kita mengomentari diri atas diri kita sendiri tanpa perantara mata orang lain.