Tusuk sate pada sate lilit menggunakan batang serai, batang bambu, atau batang kayu, yang kemudian dililitkan pada daging sesuai dengan arti dari kata "lilit" dalam bahasa Bali dan Indonesia yang berarti "membungkus". Dulunya sate lilit hanya terbuat dari daging babi dan ikan, namun karena banyak permintaan dan untuk menyesuaikan konsumen yang tidak bisa makan daging babi, maka dibuat pula sate lilit dari daging sapi, ayam, atau ikan.
Menariknya, makna mendalam sate lilit ini mencakup aspek sosial, budaya, dan filosofi yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Bali. Dari proses pemilihan bahan baku, penyembelihan hewan, hingga proses pembuatan yang melibatkan banyak orang pria, sate lilit menjadi lebih dari sekadar hidangan lezat, tetapi juga merupakan warisan budaya yang kaya akan makna. Dalam upacara adat, sate lilit juga memiliki peran penting sebagai sesaji dalam persiapan ritual keagamaan.
Pentingnya memahami makna dari kuliner lokal seperti sate lilit ini menjadi bagian penting dalam pelestarian budaya dan tradisi masyarakat Bali. Selain sebagai hidangan lezat, sate lilit juga mengandung nilai-nilai yang dapat memberikan pemahaman yang lebih luas tentang kekayaan warisan budaya Indonesia. Melalui kuliner lokal, kita dapat belajar tentang sejarah, filosofi, dan nilai-nilai masyarakat yang telah turun-temurun diwariskan melalui hidangan-hidangan tradisional.