Pengalaman trauma masa kecil juga merupakan faktor signifikan dalam psikologi kejahatan. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami kekerasan, pengabaian, atau trauma lainnya cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk terlibat dalam perilaku kriminal di kemudian hari. Trauma masa kecil dapat memengaruhi perkembangan psikologis dan emosional individu, mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan dunia dan mengatasi stres. Misalnya, individu yang mengalami kekerasan dalam keluarga mungkin mengembangkan pola perilaku agresif sebagai cara untuk melindungi diri mereka atau mengatasi rasa sakit yang mereka rasakan.
Selain faktor internal, pengaruh lingkungan juga memainkan peran penting. Lingkungan yang penuh dengan kekerasan, kemiskinan, atau ketidakstabilan sosial dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk terlibat dalam kejahatan. Psikologi sosial mengamati bagaimana faktor-faktor ini dapat menciptakan kondisi yang mendorong individu untuk melakukan kejahatan sebagai bentuk adaptasi atau pelarian dari situasi sulit. Ketika seseorang merasa bahwa mereka tidak memiliki banyak pilihan atau peluang, mereka mungkin lebih cenderung untuk memilih jalur kriminal sebagai cara untuk mencapai tujuan atau memenuhi kebutuhan mereka.
Ketidakseimbangan neurobiologis juga dapat berkontribusi pada perilaku kriminal. Penelitian menunjukkan bahwa gangguan dalam sistem neurotransmitter atau struktur otak tertentu dapat memengaruhi impulsivitas, kontrol diri, dan kemampuan untuk merasakan empati. Misalnya, disfungsi dalam area otak yang terkait dengan pengendalian impuls atau pengambilan keputusan dapat menyebabkan individu bertindak impulsif dan membuat keputusan yang merugikan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.