Dr. Andi Khomeini Takdir Haruni, SpPD (K), seorang dokter spesialis penyakit dalam, memberikan gambaran jelas mengenai beberapa kendala yang membuat Indonesia sulit untuk mengendalikan kasus tuberkulosis (TBC). Menurutnya, ada tiga klaster utama yang menjadi penyebab utama sulitnya penanganan TBC di Indonesia.
Pertama, Andi menekankan bahwa pertumbuhan populasi penduduk Indonesia yang kini mendekati angka 300 juta menjadi salah satu faktor utama yang memperumit upaya penanganan TBC. Sebagian besar masyarakat masih tinggal di kawasan permukiman padat penduduk, yang memudahkan penularan TBC di antara mereka. Menurutnya, pola penularan TBC seringkali terjadi akibat riwayat kontak di antara penduduk kawasan padat penduduk, terutama karena kurangnya kebersihan dan adanya jumlah populasi yang besar.
Kedua, aktifitas sosial masyarakat yang sering bepergian dari satu tempat ke tempat lain juga menjadi faktor yang mendukung penularan TBC. Meskipun seseorang sudah terinfeksi kuman TBC, gejalanya tidak selalu muncul dengan cepat seperti halnya Covid-19 atau batuk biasa. Hal ini memungkinkan bagi mereka untuk tetap aktif berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya tanpa disadari bahwa mereka membawa kuman TBC.
Selain itu, faktor geografis Indonesia yang luas juga menjadi kendala serius dalam penanganan kasus TBC. Beberapa daerah, seperti kampung atau dusun di daerah pegunungan dan perbatasan, tidak memiliki akses yang mudah untuk mencapai layanan kesehatan atau fasilitas kesehatan. Tenaga kesehatan juga masih minim di daerah-daerah tersebut, menyulitkan upaya deteksi dan penanganan kasus TBC.
Faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan seseorang terkena TBC antara lain riwayat kontak dengan pasien lain yang memiliki gejala batuk lama selama dua minggu lebih, keringat malam hari, penurunan berat badan, dan batuk dengan keluarnya darah.