Kita juga dapat mengenali toxic positivity melalui lebih banyak pernyataan yang tidak realistis. Pernyataan seperti, "Jika kamu berusaha cukup keras, semua masalahmu akan hilang," adalah contoh dari sikap yang terlalu optimis. Meskipun memiliki semangat positif penting, pernyataan ini sering kali mengandung asumsi bahwa semua orang memiliki kontrol atas situasi mereka, padahal terkadang ada faktor eksternal yang tidak dapat diprediksi.
Tanda lainnya adalah ketika seseorang yang mengalami kesulitan merasa tertekan untuk selalu tersenyum atau terlihat bahagia di depan orang lain. Fenomena ini sering kali mendorong individu untuk menekan emosi mereka dan berpura-pura baik-baik saja, padahal dalam hati mereka sedang berjuang. Perasaan tidak berdaya ini bisa memperparah kecemasan atau depresi yang mereka alami. Ketika seseorang merasakan beban untuk menyembunyikan perasaannya demi menjaga citra positif, ini adalah salah satu bentuk toxic positivity yang perlu diwaspadai.
Toxic positivity juga dapat terwujud dalam bentuk kritik terhadap individu yang mengekspresikan perasaan negatif mereka. Sering kali, orang yang berusaha untuk tetap positif akan mengatakan hal-hal seperti, "Kamu terlalu fokus pada hal yang negatif," atau "Cobalah untuk bersyukur." Meskipun mungkin niatnya baik, kritik ini sering kali meremehkan pengalaman emosional orang lain. Semua orang memiliki hak untuk merasakan emosi mereka, baik positif maupun negatif.