Tak lama setelah itu, merek-merek minyak goreng baru dari kelapa sawit juga mulai bermunculan dan menggantikan minyak kelapa. Para pengusaha besar seperti Sudono Salim dan Eka Tjipta Widjaja memperkenalkan merek-merek minyak goreng seperti Bimoli, Kunci Mas, dan Filma. Semua merek ini kemudian memainkan peran penting dalam menyediakan minyak goreng selama masa Orde Baru. Bahkan, menurut Bustanil Arifin dalam Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia (2004), Bimoli pernah menguasai 75% pasar minyak goreng dalam negeri pada era Orde Baru.
Peran penting dari pengusaha industri sawit dan tepung ini secara tidak langsung mengajarkan masyarakat untuk menikmati gorengan dalam kehidupan sehari-hari. Penyebaran tepung dan minyak goreng yang massif ini membuat masyarakat semakin terbiasa dengan gorengan, bahkan dengan adanya ancaman terhadap kesehatan mereka.
Di setiap rumah tangga, tepung dan minyak goreng bukanlah barang yang sulit ditemui. Kedua bahan ini sering digunakan untuk mengolah menjadi gorengan, yang menjadi bagian dari menu harian masyarakat meskipun berdampak negatif pada kesehatan.
Dengan adanya kemudahan akses terhadap minyak goreng dan tepung terigu, serta peran besar industri sawit dan tepung dalam memasyarakatkan konsumsi gorengan, maka tidak mengherankan jika masyarakat Indonesia semakin kecanduan dengan makanan ini. Perlu adanya upaya nyata dalam mengedukasi masyarakat mengenai bahaya konsumsi gorengan secara berlebihan serta memperhatikan kualitas dan keamanan makanan yang dikonsumsi.