Tak hanya itu, kecemasan juga memengaruhi sistem neurotransmitter di otak. Senyawa kimia seperti serotonin dan dopamin, yang berperan penting dalam pengaturan suasana hati dan emosi, dapat berubah saat seseorang mengalami cemas. Ketidakseimbangan neurotransmitter ini dapat berkontribusi pada perasaan cemas yang terus-menerus dan bahkan dapat berujung pada gangguan psikologis yang lebih serius, seperti depresi atau gangguan kecemasan berlebihan.
Satu lagi yang perlu dikhawatirkan adalah dampak jangka panjang dari kecemasan pada otak. Penelitian menunjukkan bahwa stres kronis dapat menyebabkan penurunan volume otak di beberapa area, terutama di hippocampus, yang terlibat dalam pembentukan memori dan belajar. Kebangkitan stres ini bisa mengakibatkan berbagai masalah kognitif, mulai dari kesulitan dalam mengambil keputusan hingga kehilangan ingatan jangka pendek.
Selain dampak struktural, kecemasan juga dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan tidur. Sistem saraf otonom yang terpengaruh oleh kecemasan dapat menyebabkan gangguan tidur yang lebih dalam, mendorong siklus negatif yang malah memperburuk kondisi kecemasan itu sendiri. Kurang tidur dapat mengganggu kemampuan otak untuk berfungsi dengan baik, yang semakin memperburuk kecemasan dan menciptakan kebingungan berlebih.