Waktu itu kami bercanda, doa orang tuanya sangat manjur…
Tentu saja, tidak mungkin ribuan pelajar perguruan tinggi lantas mengharapkan petir menghantam mobil dosennya saat ujian. Sebaliknya, belajar mati-matian juga belum tentu menghasilkan apa yang diharapkan.
Mantan pacar saya dulu waktu kuliah rajin belajarnya minta ampun. Semua tugas dikerjakan. Tidak pernah bolos. Kalau ada tugas penting, dia akan berjam-jam di library menuntaskannya.
Hasilnya: Dia lulus dengan GPA 3,48.
Bagus? Iya. Tapi, nilai itu membuat dia menangis. Karena setelah bertahun-tahun berjuang, dia gagal meraih predikat cum laude, alias minimum 3,5. Ya, dia gagal cum laude hanya terpaut nilai 0,02!
Dia sempat mengomel-ngomel ke saya dulu. Karena menurut dia saya belajarnya tidak pernah serajin dia, tapi justru bisa lulus cum laude. Wkwkwkwk…
Saya membalas santai. Saya bilang, cum laude itu tidak cukup hanya belajar. Harus menghadapi kuliah dengan berstrategi, lalu ada elemen nyontek dan hokinya wkwkwk...
Kembali ke masalah hoki. Walau pada akhirnya hoki bisa mengalahkan segalanya, tetap tidak bisa mengandalkannya begitu saja, bukan?
Belakangan saya beberapa kali berbicara di kampus-kampus atau SMA. Membawa tema Connecting the Dots, sama dengan yang saya bawakan saat acara peluncuran buku Happy Wednesday Top 40 beberapa bulan lalu (sudah beli bukunya?).
Judul tema itu terinspirasi dari pidato Steve Jobs, salah satu tokoh idola saya, saat berbicara di acara wisuda Stanford. Dia mengatakan bahwa hidup ini adalah rangkaian dari titik-titik. Tapi, kita baru menyadari titik-titik itu setelah umur kita terus bertambah. Saat menoleh belakang ke masa lalu, ternyata titik-titiknya saling menyambung.
Andai tidak ke sini, kita tidak bertemu ini, kita tidak bisa jadi seperti ini. Andai tidak melakukan itu, kita tidak merasakan itu, dan kemudian tidak bisa melompat ke yang selanjutnya.
Ada elemen-elemen ”hoki” terlibat di dalamnya. Tapi, elemen-elemen hoki itu mungkin tidak terjadi kalau kita tidak bergerak atau berbuat.
Kalau contoh konkret saya: Ketika SMA saya dapat beasiswa di sebuah kota kecil di Kansas. Entah kenapa dikirim ke sana secara acak. Tapi, kalau tidak ke sana, saya mungkin tidak pernah belajar detail soal koran, belajar bikin liga basket, dan lain sebagainya.