Melemahnya sistem kekebalan membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi, mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih serius. Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang sering memendam emosi lebih lambat sembuh dari penyakit atau cedera. Tubuh sibuk mengelola stres internal, sehingga tidak bisa mengerahkan seluruh energinya untuk melawan patogen atau memperbaiki jaringan yang rusak.
Masalah Pencernaan dan Gangguan Jantung
Hubungan antara pikiran dan sistem pencernaan sangat erat, sering disebut sebagai "otak kedua". Emosi yang tidak tersalurkan bisa mengganggu keseimbangan mikrobiota usus dan memengaruhi gerakan usus. Banyak orang yang mengalami stres atau kecemasan yang terpendam mengeluhkan masalah pencernaan seperti maag kronis, sindrom iritasi usus (IBS), sembelit, atau diare. Ini terjadi karena otak dan usus terhubung melalui sumbu khusus yang disebut gut-brain axis, yang sensitif terhadap perubahan emosional.
Selain itu, tekanan yang berasal dari emosi yang terpendam juga bisa berdampak buruk pada kesehatan jantung. Peningkatan hormon stres yang terus-menerus memicu tekanan darah tinggi dan detak jantung yang tidak teratur. Dalam jangka panjang, kondisi ini meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, termasuk serangan jantung dan stroke. Tekanan psikologis yang tidak terkelola bisa menjadi faktor risiko fisik yang sama seriusnya dengan kolesterol tinggi atau kebiasaan merokok.
Nyeri Fisik yang Tak Ada Sebabnya