Kesehatan mental merupakan faktor kunci dalam memahami dampak konsumerisme terhadap kebahagiaan. Terlalu fokus pada kebutuhan material dan keinginan untuk memiliki barang-barang baru dapat mengaburkan pandangan terhadap nilai-nilai yang sebenarnya penting untuk kesejahteraan mental, seperti hubungan sosial yang sehat, waktu luang untuk bersantai, dan pengembangan diri. Terlepas dari perasaan sesaat yang muncul setelah berbelanja, konsumerisme dapat secara perlahan merusak kesehatan mental seseorang dengan meningkatkan kecemasan, depresi, dan merasa kurang berharga ketika tidak mampu memenuhi standar kepuasan yang ditanamkan oleh masyarakat konsumeris.
Merupakan hal yang bermanfaat untuk menghadapi kenyataan bahwa belanja tidak mampu memberikan kebahagiaan sejati. Sebaliknya, memahami kebutuhan yang sebenarnya dan memperhatikan kesehatan mental dapat menjadi langkah awal untuk melawan konsumerisme yang merusak. Menyadari bahwa kebahagiaan tidak selalu diukur dari jumlah barang yang dimiliki atau kecanggihan teknologi yang dimiliki akan membantu individu untuk memfokuskan perhatian pada hal-hal yang lebih penting dalam kehidupan, seperti hubungan emosional yang sehat dan mendalam, memaksimalkan waktu berkualitas, dan menemukan arti dari hidup.
Penting untuk memahami bahwa belanja hanya merupakan salah satu dari banyak cara untuk mendapatkan kebahagiaan, namun bukan satu-satunya cara. Mendorong individu untuk mempertimbangkan dan menyeimbangkan prioritas hidup mereka dapat menjadi langkah awal untuk melindungi kesehatan mental dari dampak negatif konsumerisme. Hal ini tidak berarti bahwa belanja tidak perlu dilakukan sama sekali, tetapi menyadari bahwa kepuasan sejati tidak akan ditemukan dalam lembaran tagihan yang sebagian besar diisi dengan barang-barang yang pada akhirnya hanya menjadi koleksi debu. Penekanan pada kesehatan mental akan membantu individu untuk melakukan pilihan yang lebih bijaksana dalam hal berbelanja dan menghindari perilaku konsumtif yang merugikan.