Di sisi lain, perempuan mungkin memiliki preferensi yang lebih luas, termasuk camilan manis, buah-buahan, sayuran, dan makanan ringan. Ada juga bukti bahwa perempuan lebih peka terhadap rasa manis dan pahit dibandingkan laki-laki. Faktor sosial dan budaya juga berperan, di mana perempuan lebih sering diasosiasikan dengan persiapan makanan sehat atau diet.
Respon Emosional dan Diet: Pengaruh Psikologis
Aspek psikologis juga sangat memengaruhi kebiasaan makan. Perempuan cenderung lebih sering mengalami makan emosional (emotional eating), yaitu menggunakan makanan sebagai cara mengatasi stres, kecemasan, atau emosi negatif lainnya. Ini bisa berkontribusi pada keinginan untuk mengonsumsi makanan manis atau makanan penenang saat suasana hati tidak baik.
Sebaliknya, meskipun laki-laki juga bisa mengalami makan emosional, kecenderungannya mungkin kurang terlihat atau diungkapkan dengan cara berbeda. Laki-laki juga cenderung lebih termotivasi oleh tujuan fisik yang jelas, seperti membangun otot atau menurunkan berat badan untuk performa, yang memengaruhi pilihan diet mereka. Perempuan, di sisi lain, mungkin lebih termotivasi oleh citra tubuh atau kesehatan jangka panjang. Ini juga menjadikan perempuan lebih sering terlibat dalam diet dan pembatasan kalori dibandingkan laki-laki, yang kadang menyebabkan siklus makan yang tidak sehat.
Lingkungan Sosial dan Peran Budaya
Lingkungan sosial dan norma budaya juga membentuk kebiasaan makan. Dalam banyak budaya, laki-laki didorong untuk menunjukkan kekuatan dan kemampuan makan yang besar sebagai simbol kejantanan. Pertemuan sosial atau acara makan di luar rumah seringkali melibatkan porsi besar dan makanan berkalori tinggi.